my worl,, my mind,, my soul

Minggu, 10 Juli 2011

PERGAULAN BEBAS REMAJA

PERGAULAN BEBAS REMAJA METROPOLITAN DAN DAMPAK YANG DI TIMBULKANNYA



ABSTRAK

Pergaulan bebas bukan suatu hal yang baru terjadi di kalangan remaja, terutama remaja yang tinggal di kota – kota besar ( metropolitan ). Kian hari fenomena pergaulan bebas ini bukannya semakin berkurang tetapi malah kian menjadi – jadi. Pergaulan bebas di kalangan remaja metropolitan telah mencapai titik kekhawatiran yang cukup parah, terutama seks bebas. Para pelakunya sudah tidak malu – malu lagi mengumbar kebebasan mereka di muka umum. Seks bebas seakan – akan sudah menjadi bagian kultur yang diakui keberadaannya dan tidak bisa dihindari lagi, bahkan sudah menjadi hal yang biasa oleh para remaja. Berdasarkan penelitian mengenai pergaulan bebas di beberapa kota besar di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2009 hasilnya sungguh mencengangkan, 64% remaja di kota – kota besar Indonesia telah berhubungan seksual sebelum menikah. Tingginya presentase pergaulan bebas di kalangan remaja menimbulkan banyak kekhawatiran, apalagi tidak sedikit perilaku seks bebas ini yang membawa dampak langsung berupa kehamilan yang tidak diharapkan, aborsi, kematian ibu belia, HIV AIDS, kanker serviks dan penyakit menular seksual. Lebih parahnya lagi dapat membuat hilangnya kesempatan meraih cita – cita dan timbulnya penyakit sosial.




PENDAHULUAN

Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak sekali bermunculan budaya – budaya baru ke Indonesia dengan bebasnya yang secara tidak langsung mampu menggeser budaya indonesia itu sendiri. Kondisi seperti ini juga sangat berpengaruh terhadap ideologi masyarakat Indonesia, terutama masalah pergaulan di kalangan remaja. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa seks bebas adalah suatu hal yang sangat biasa di zaman sekarang ini. Mereka yang tidak bergaul dengan lawan jenis atau tidak melakukan seks bebas di anggap ketinggalan zaman dan tidak sedikit yang menjadi bahan ejekan teman – teman sebayanya.
Di zaman seperti sekarang ini pergaulan bebas di berbagai tempat khususnya di perkotaan seakan – akan sudah menjadi kultur atau budaya yang diakui keberadaannya dan tidak bisa dihindari lagi. Bahkan sebagian dari para remaja menganggap bahwa hal tersebut merupakan suatu hal yang biasa. Di barat, khususnya di Eropa pergaulan bebas sangatlah dominan bahkan homoseksual dan lesbian juga sudah menjadi budaya mereka. Tetapi hal tersebut sudah sangat meresahkan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam karena pergaulan bebas sangat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Semakin hari fenomena pergaulan bebas di kalangan remaja semakin menjadi – jadi. Hal tersebut ditandai dengan tingginya kasus – kasus akibat dari pergaulan bebas tersebut seperti kehamilan yang tidak di harapkan, aborsi, kematian ibu belia, HIV AIDS, kanker serviks, penyakit menular seksual dan masih banyak lagi dampak negatif yang disebabkan oleh perilaku seks bebas di kalangan remaja yang tentu saja akan berdampak panjang bagi kehidupan individu – individu sebagai pelaku seks bebas.


TUJUAN

Selain untuk menambah wawasan kita, artikel ini dibuat agar kita mengetahui bagaimana dan seperti apa dampak yang ditimbulkan oleh perilaku pergaulan para remaja di zaman sekarang ini, khususnya remaja yang tinggal di kota – kota besar yang terdapat cukup banyak sarana maupun fasilitas yang menunjang para remaja untuk melakukan seks bebas.


PEMBAHASAN

 Masa remaja merupakan masa perkembangan dalam kehidupan manusia yang mengalami berbagai perubahan baik fisik dan psikis. Semua perubahan ini mempengaruhi penampilan, sikap serta tingkah laku para remaja. Peristiwa – peristiwa ini dirasakan lebih kompleks dibandingkan dengan tahap perkembangan sebelumnya. Remaja merupakan suatu periode yang mengalami perubahan dalam hubungan sosial, yang ditandai dengan berkembangnya minat terhadap lawan jenis atau pengalaman pertama dalam bercinta. Di masa inilah muncul juga satu proses yang dinamakan pencarian jati diri yang sering sekali membuat para remaja terjebak dalam pergaulan bebas.
Pergaulan bebas di kalangan remaja metropolitan pada zaman sekarang ini sudah mencapai titik yang sangat menghawatirkan, terutama seks bebas. Para remaja sudah dengan sangat gampangnya memasuki tempat – tempat khusus dewasa. Hal tersebut bisa juga disebabkan karena remaja mengartikan kebebasan sebagai bebas secara mutlak tanpa adanya butir – butir aturan yang menjaga jarak antara remaja putra dan putri. Mereka sudah tidak malu lagi untuk mengumbar kebebasan dan keintiman mereka di depan umum.
Kejadian pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja banyak berasal dari eksploitasi seksual pada media yang ada di sekeliling kita. Eksploitasi seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film-film ternyata mendorong para remaja untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda. Dengan melihat tampilan atau tayangan seks di media, para remaja itu beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang bebas dilakukan oleh siapa saja, dimana saja. Hal tersebut juga bisa saja terjadi akibat kurangnya bimbingan dan perhatian dari orang tua.


Sebelumnya ada peneliti yang telah menemukan hubungan antara tayangan seks di televisi dengan perilaku seks para remaja. Dengan mengambil sampel sebanyak 1,017 remaja berusia 12 sampai 14 tahun dari beberapa kota besar di berbagai belahan dunia yang disuguhi 264 tema seks dari film, televisi, pertunjukan, musik, dan majalah selama 2 tahun berturut-turut, mereka mendapatkan hasil yang sangat mengejutkan. Secara umum, kelompok remaja yang paling banyak mendapat dorongan seksual dari media cenderung melakukan seks pada usia 14 hingga 16 tahun 2,2 kali lebih tinggi ketimbang remaja lain yang lebih sedikit melihat eksploitasi seks dari media.

Maka tidak mengherankan kalau tingkat kehamilan di luar nikah di Amerika Serikat sepuluh kali lipat lebih tinggi dibanding negara negara industri maju lainnya, hingga penyakit menular seksual ( PMS ) kini menjadi ancaman kesehatan publik disana. Hal tersebut juga sudah sangat meresahkan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam karena pergaulan bebas di Indonesia sudah semakin menjadi.

Parahnya lagi, menurut hasil penelitian tersebut, para remaja yang terlanjur mendapat informasi seks yang salah dari media cenderung menganggap bahwa teman teman sebaya mereka juga sudah terbiasa melakukan seks bebas. Mereka akhirnya mengadopsi begitu saja norma norma sosial " tak nyata " yang sengaja dibuat oleh media.

Tingginya kasus penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan bebas. Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10 31 % remaja yang belum menikah sudah pernah melakukan hubungan seksual.

Di kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA) yang baru duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4 % mempunyai pengalaman hubungan seksual. Mereka terdiri atas 27 % putra dan 18 % putri. Data statistik nasional mengenai penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 75 % terjangkit hilangnya kekebalan daya tubuh pada usia remaja.

Demikian pula masalah remaja terhadap kasus aborsi semakin memprihatinkan. Orang tidak perlu menikah untuk melakukan hubungan seks. Sedangkan pelepasan tanggung jawab kehamilan bisa diatasi dengan aborsi. Aborsi atau  abortus berarti penguguran kandungan atau membuang janin dengan sengaja sebelum waktunya, ( sebelum dapat lahir secara alamiah ). Abortus terbagi dua :

1.    Abortus spontaneus yaitu abortus yang terjadi secara tidak sengaja. penyebabnya, kandungan lemah, kurangnya daya tahan tubuh akibat aktivitas yang berlebihan, pola makan yang salah dan keracunan.

2.    Abortus provocatus yaitu aborsi yang disengaja. Disengaja maksudnya adalah bahwa seorang wanita hamil sengaja menggugurkan kandungan/ janinnya baik dengan sendiri atau dengan bantuan orang lain karena tidak menginginkan kehadiran janin tersebut.

Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang yang melakukan aborsi tidak akan merasakan apa apa dan langsung boleh pulang. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi. Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis.
 Risiko kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi adalah :

·           Kematian mendadak karena pendarahan hebat.

·           Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.

·           Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.

·           Rahim yang sobek ( Uterine Perforation ).

·           Kerusakan leher rahim ( Cervical Lacerations ) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.

·           Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).

·           Kanker indung telur ( Ovarian Cancer ).

·           Kanker leher rahim ( Cervical Cancer ).

·           Kanker hati ( Liver Cancer ).

·         Kelainan pada placenta / ari ari ( Placenta Previa ) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.

·           Menjadi mandul / tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy).

·           Infeksi rongga panggul ( Pelvic Inflammatory Disease ).

·           Infeksi pada lapisan rahim ( Endometriosis ).

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “ Post Abortion Syndrome ” ( Sindrom Paska Aborsi ) atau PAS. Gejala gejala ini dicatat dalam ” Psychological Reactions Reported After Abortion ” di dalam penerbitan The Post Abortion Review. Oleh sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian khusus dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar.





 ANALISIS



Sekarang ini di kalangan remaja pergaulan bebas semakin meningkat terutama di kota kota besar. Kita sebagai orang timur dahulunya yang sangat menjaga tata krama dalam bergaul namun dengan masuknya budaya yang tanpa batas, tata krama dan kesopanan membuat masyarakat dan remaja kita terpengaruh sehingga tanpa kita sadari tidak ada lagi batas antara kesopanan dan kebebasan. Hal tersebutlah yang mendorong kita untuk berbuat dan bertingkah laku layaknya kebudayaan – kebudayaan asing khususnya kebudayaan barat. Alangkah menyedihkan saat kita tahu bahwa banyak remaja – remaja kita yang terpengaruh oleh dari budaya orang tersebut. Hal tersebut terjadi karena kurangnya bimbingan dan perhatian dari orang tua.

Berdasarkan dari hasil wawancara pada responden beberapa waktu yang lalu dapat disimpulkan bahwa remaja pada zaman sekarang ini mengartikan kebebasan secara mutlak tanpa ada butir – butir aturan yang membatasi pola pergaulan mereka. Mereka tahu apa itu seks. Tapi sayang para remaja hanya sebatas tahu tentang seks, namun tidak memahami apa seks tersebut sebenarnya. Mereka tidak mengerti akan dampak seks tersebut. Apa beda antara aktivitas seks dan hubungan seks mungkin mereka juga tidak mengerti. Perlu diketahui berpelukan dan berciuman dengan pasangan kita pun itu sudah termasuk aktivitas seks. Untuk itu alangkah pentingnya pendidikan tentang seks dari dini agar kita memahami sisi positif dan negatif yang ditimbulkan oleh seks tersebut.

Dalam hal ini orang tua juga melakukan kesalahan dengan tidak memberikan pendidikan seks yang memadai di rumah, dan membiarkan anak anak mereka mendapat pemahaman seks yang salah dari media. Akhirnya jangan heran kalau persepsi yang muncul tentang seks di kalangan remaja adalah sebagai sesuatu yang menyenangkan dan bebas dari resiko ( kehamilan atau tertular penyakit kelamin ).

Oleh sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian khusus dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar. Dan memberikan kepada remaja tersebut penekanan yang cukup berarti dengan cara meyampaikan, jika mau berhubungan seksual mereka harus siap menanggung segala risikonya yakni hamil atau bisa juga munculnya penyakit kelamin.

Yang terpenting sebenarnya adalah bagaimana remaja dapat menempatkan dirinya sebagai remaja yang baik dan benar sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku di dalam masyarakat, serta dituntut peran serta orangtua dalam memperhatikan tingkah laku dalam kehidupan sehari hari anaknya, memberikan pendidikan agama serta memberikan pendidikan seks yang benar. Oleh sebab itu permasalahan ini merupakan tugas seluruh elemen bangsa tanpa terkecuali, agar menjadi sebuah proritas dalam penanganannya agar tidak terjadi kematian disebabkan aborsi ataupun dampak – dampak lain yang di timbulakan oleh pergaulan yang terlampau tersebut.



PENUTUP



Remaja merupakan suatu periode yang mengalami perubahan dalam hubungan sosial, yang ditandai dengan berkembangnya minat terhadap lawan jenis atau pengalaman pertama dalam bercinta. Di masa inilah muncul juga satu proses yang dinamakan pencarian jati diri yang sering sekali membuat para remaja terjebak dalam pergaulan bebas.

Pergaulan bebas di kalangan remaja metropolitan pada zaman sekarang ini sudah mencapai titik yang sangat menghawatirkan, terutama seks bebas. Melakukan hubungan seks secara bebas merupakan akibat pertama dari pergaulan bebas yang merupakan lingkaran setan yang tidak ada putusnya dengan berbagai akibat di berbagai bidang antara lain di bidang sosial, agama dan kesehatan.

Para remaja sudah dengan sangat gampangnya memasuki tempat – tempat khusus dewasa. Pelakunya bukan saja berasal dari kalangan SMA tetapi sudah merambat ke kalangan SMP. Mereka tahu apa itu seks. Tapi sayang para remaja hanya sebatas tahu tentang seks, namun tidak memahami apa seks tersebut sebenarnya. Mereka tidak mengerti akan dampak seks tersebut. Apa beda antara aktivitas seks dan hubungan seks mungkin mereka juga tidak mengerti. Perlu diketahui berpelukan dan berciuman dengan pasangan kita pun itu sudah termasuk aktivitas seks. Untuk itu alangkah pentingnya pendidikan tentang seks sejak dini terutama dari orang tua agar para remaja lebih memahami sisi positif dan negatif yang ditimbulkan oleh seks tersebut.

Oleh sebab itu permasalahan ini merupakan tugas seluruh elemen bangsa tanpa terkecuali, agar menjadi sebuah proritas dalam penanganannya agar tidak terjadi kematian disebabkan aborsi ataupun dampak – dampak lain yang di timbulakan oleh pergaulan yang terlampau tersebut.

              { Ni'mah Utami Putri a.k.a Utek / missodonk}

Kamis, 07 Juli 2011

Psikologi komunikator dan pasikologi pesan.

Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya. Menurut Herbet C. Kelman (1975) pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal, yaitu internalisasi, identifikasi dan ketundukan. Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain. Karena hal tersebut berguna untuk memecahkan masalah, penting untuk menunjukkan arah atau dituntut untuk oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional.
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya swesuai dengan peranan orang lain. Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karen amempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.

Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal :
1.        kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator.
2.   kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas. 
Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dianggap tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi.
Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan. Sosialbilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul. Koorientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.

Atraksi(attractiviness)
Shelli Chaiken (1979), menelaah pengaruh kecantikan komunikator terhadap persuasi dengan studi lapangan. Ia mengkritik penelitian laboratorium yang meragukan pengaruh atraksi fisik, karena menghasilkan kesimpulan yang beraneka ragam.
Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasive. Tetapi kita juga tertarik pada seseorang karena adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita. Menurut
Verett M.Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi, ia membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi pertama, komunikator dan komunikate merasakan ada kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan. Pada kondisi kedua, terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan dan kepercayaan antara komunikate dan komunikator. 

Kekuasaan
Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berdasarkan sumber daya yang dimilkinya, French dan Raven menyebutkan jenis-jenis kekuasaan. Klasifikasi ini kemudian dimodifikasikan Raven (1974) dan menghasilkan lima jenis kekuasaan :
1.   .     kekuasaan koersif (coersive power). Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan).
2.       kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator.
3.         kekuasaan informasional (informasional power). Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator.
4.          kekuasaan rujukan (referent power). Disini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh perilakunya diteladani.
5.     kekuasaan legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan norma yang menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan.

Psikologi      Pesan
Teknik ini tidak ditemukan oleh psikolog, tidak berasal dari pemberian mahluk halus, tidak juga diperoleh secara para psikologis atau lewat ilmu klenik. Teknik ini telah dimiliki manusia sejak prasejarah, teknik pengendalian perilaku orang lain ini lazim disebut bahasa. Dengan bahasa, yang merupakan kumpulan kata-kata, anda dapat mengatur perilaku orang lain. 

1.     Pesan Linguistik
Ada
dua cara mendefinisikan bahasa : fungsional dan formal. Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan” (socially shared means for expressing ideas).
Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa. 
Tata bahasa meliputi tiga unsur : fonologi, sintaksis, dan semantic.menurut George A.Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga tahap pengetahuan bahasa di atas, di tambah dua tahap lagi.
Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses : asosiasi, imitasi, dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Peneguhan dilaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata yang benar.
Psikolog dari Harvad,B.F.Skinner, menerapkan ketiga prinsip ini ketika ia menjelaskan tiga macam respons yang terjadi pada anak-anak kecil, yang disebutnya sebagai respons mand, tact, dan echoice. Respons mand dimulai ketika anak-anak mengeluarkan bunyi sembarangan. Respons tact terjadi bila anak menyentuh objek, kemudian secara sembarangan ia mengeluarkan bunyi. 


2. Bahasa dan  Proses Berpikir
Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa ; dan karena bahasa berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah deprogram oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia   sensori yang berbeda pula.
Dalam hubungannya dengan berpikir, konsep0konsep dalam suatu bahasa cenderung menghambat atau mempercepat proses pemikiran tertentu. Ada bahasa yang dengan mudah dapat dipergunakan untuk memikirkan masalah-masalah filsafat, tetapi ada juga bahasa yang sukar dipakai bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika yang sederhana. Bahasa memungkinkan kita menyandi (code) peristiwa-peristiwa dan objek-objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa kita mengabstraksikan pengalaman kita, dan yang lebih penting mengkomunikasikan kepada orang lain. “pemikiran yang tinggi bergantung pada manipulasi lambing,” kata Morton Hunt (1982:227),” dan walaupun lambang-lambang nonlonguistik seperti matematika dan seni sudah canggih, lambang-lambang itu sempit. Sebaliknya, bahasa merupakan pemikiran. Bahasa adalah prasyarat kebudayaan, yang tidak dapat tegak tanpa itu dengan sistem lambang yang lain. Dengan bahasa, kita, manusia, mengkomunikasikan kebanyakan pemikiran kita kepada orang lain dan menerima satu sama lain hidangan pikiran (food for thought).




3.Kata-kata dan Makna
Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. Dalam uraian Ogden dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referent). Satu lambang dapat menunjukkan banyak rujukan.
Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep lain. Fisher memberi contoh dengan kata pholigoston. Kata ini dahulu dipakai untuk menjelaskan proses pembakaran. Benda bernyala Karena ada pholigoston. Kini, setelah ditemukan Oksigen, pholigoston tidak berarti lagi. Makna ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secar empiris atau dicari rujukannya.
Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme, isoformisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideology yang sama ; pendeknya, mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama.